Segudang Masalah Akibat Sampah

Standard

Kian lama, jumlah penduduk di bumi ini terus meningkat. Negara-negara berpenduduk banyak umumnya berada disekitar  Benua Asia. Berikut ini adalah uraian beberapa masalah yang ditimbulkan akibat sampah :

1. Tingginya Produksi Sampah

Tingginya jumlah penduduk berkorelasi positif dengan jumlah sampah yang diproduksi. Sampah timbul akibat aktivitas dan pemenuhan kebutuhan manusia. Sampah sendiri merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah (wastes) juga sering diistilahkan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Berdasarkan jenisnya, sampah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Berdasarkan zat kimia yang dikandungnya sampah dikelompokkan menjadi sampah anorganik dan sampah organik.       Sumber munculnya sampah beragam. Sejauh ini, dapat ditengarai bahwa sampah biasa berasal dari pemukiman (domestic wastes), tempat umum, perkantoran, jalan raya, kawasan industri, lahan pertanian, dan area penambangan.

2. Budaya Buang Sampah Sembarangan

Kehidupan masyarakat tradisional tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap meningkatnya volume sampah. Artinya, meskipun sampah yang dihasilkan tetap ada, tetapi jenis

sampah yang ada lebih dominan bersifat organik. Hal ini terjadi karena masyarakat belum banyak dipengaruhi oleh sentuhan dunia industri. Pada tingkatan tertentu; cara, kebiasaan, atau budaya buang sampah sembarangan pada masyarakat tradisional masih dapat dimaklumi. Namun apabila budaya tersebut diterapkan pada kehidupan teknologi tinggi atau kehidupan yang banyak tergantung pada produk dunia industri, akan berakibat buruk. Efek buruk dari perbuatan demikian akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, kepuasan warga yang umumnya menyenangi keindahan, kerapiaan, dan ketertiban.

3. Produksi Emisi Karbon (C)

Sadar akan sampah yang tidak henti dan terus muncul maka berbagai cara untuk mengurangi sebaran sampah organik maupun sampah non-organik pun terus dilakukan. Berbagai proses penanganan sampah yang dilakukan berujung pada upaya penghancuran berikutnya yang tidak dapat dilakukan oleh alam, yaitu dengan cara membakar sampah. Oleh karena alasan kepraktisan dan kemudahan dalam proses pembakaran sampah, berbagai mesin pembakar sampah, incinerator, dan big garbage-burner sering digunakan di beberapa daerah. Belum lagi tumpukan sampah yang melapuk sendirinya karena proses biokimiawi ketika proses pelapukan terjadi (dekomposisi). Zat polutan yang mengudara akibat proses dekomposisi maupun pembakaran secara sengaja untuk menghancurkan sampah menyebabkan penebalan gas karbon di lapisan atmosfir, yang mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect). Terjadinya efek rumah kaca dalam jangka waktu yang panjang dapat membawa malapetaka pada kehidupan alam semesta, khususnya umat manusia.

4. Perubahan Iklim

Pembakaran sampah menimbulkan polusi sepanjang waktu, membuat lapisan di atmosfer yang sangat kuat menyerap radiasi inframerah. Radiasi infranerah merupakan pemantulan panas dari sinar matahari yang bila terus tertahan akan menyebabkan bumi lebih panas sehingga terjadi pemanasan global. Akibatnya, keseimbangan bumi terganggu.

Pemanasan global (global warming) juga menyebabkan terjadinya perubahan iklim (climate change), gejala el nino, dan gejala la nina. Peningkatan curah hujan lebih dari biasanya menunjukkan suatu gejala alam yang perlu diwaspadai. Hal ini terjadi setelah uap air diatas permukaan laut terus bertambah luas dan volumenya terus membesar. Perbedaan tekanan udara di beberapa wilayah yang disebabkan oleh panas maupun dingin yang berbeda jauh menjadi prinsip terjadinya aliran angin kencang, berupa badai, topan, atau angin ribut.

5. Lahan Resapan Air berkurang

Perkembangan kehidupan yang terus berlangsung menuntut terjadinya perubahan penggunaan lahan daratan yang terus meluas. Perluasan lahan untuk pemukiman penduduk menyebabkan berkurangnya lahan terbuka hijau yang semula berfungsi untuk meresapkan air hujan. Perumahan yang didirikan beserta bangunan lain berupa prasarana jalan (aspal, semen, paving blok, dan konblok) serta saluran air merupakan bidang kedap yang tidak dapat meresapkan air.

Selain itu kehadiran lumut di permukaan tanah, ternyata menghalangi peresapan air hujan ke dalam tanah. Pada dasarnya, upaya peresapan air hujan ke dalam tanah bertujuan untuk memelihara kelembapan tanah di bawah bangunan. Tujuan lainnya yaitu menambah cadangan air tanah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air bagi kehidupan dan berbagai keperluan air domestik, seperti untuk sanitasi dan kebutuhan rumah tangga yang lain. Fenomena keamblesan atau penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut di wilayah pantai serta berkurangnya sumber air tanah dan keretakan bangunan menunjukkan berkurangnya air yang diresapkan dibandingkan air yang disedot atau diambil dari dalam tanah.

6. Banjir dan Kekeringan

Banjir selalu terjadi di beberapa daerah rawan banjir ketika musim hujan. Jika curah hujan kecil, mungkin air dapat meresap ke dalam tanah dan bermanfaat untuk memelihara kelembapan tanah. Namun, ketika curah hujan yang turun begitu besarnya, air yang tidak meresap atau limpasan (aliran) permukaaan terbuang melalui saluran drainase dan sungai. Bila limpasan permukaan tidak tertampung oleh saluran-saluran tersebut, air akan meluap membanjiri kawasan yang lebih rendah.

Jika banjir terjadi pada musim hujan, pada musim kemarau selalu saja mendatangkan kekeringan. Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah terbuang menjadi banjir, dapat mengurangi kesempatan untuk menambah cadangan air tanah. Pada saat musim kemarau tiba, di mana curah hujan semakin rendah, simpanan air tanah terus berkurang oleh penguapan dan pemakaian air yang terus bertambah. Penyedotan air tanah yang tidak diimbangi dengan penambahan kembali melalui upaya peresapan air, lama kelamaan akan menyebabkan kelembapan tanah berkurang dan akan menyebabakan tanah menjadi retak ketika musim kemarau  datang. Tanaman perdu dan semak pun tidak mau tumbuh karena suplai air sebagai sumber kehidupan terhenti. Lebih dari itu, sumber air bersih untuk kebutuhan manusia juga menjadi sulit.

Sumber : Buku “Lubang Resapan Biopori” oleh Kamir R. Brata dan Anne Nelistya

Leave a comment